Beberapa luka batin tak jarang disebabkan oleh orang terdekat, seperti keluarga, teman, atau bahkan sahabat. Entah disebabkan oleh kesalahpahaman atau kurangnya komunikasi. Begitu pula yang terjadi kepada saya sekitar 6 hari yang lalu. Saya terlalu berlarut dalam kesedihan karena telah ditinggalkan oleh seseorang yang pernah berkomitmen untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius. Hal tersebut yang mungkin penyebab terjadinya adanya kesalahpahaman antara saya dengan ayah.
Malam itu, saya dan ibu sedang membicarakan dia yang telah menyakiti hati saya, sebut saja si X. Tanpa sadar ayah mendengar cerita kami. Beliau pun langsung menegur ibuku yang terkesan malah menyulut api amarahku kepada si X. Selain itu, ayah pun memarahiku karena terlalu larut dalam kesedihan dan akhir-akhir ini terlalu sering marah. Beliau juga menyalahkan saya atas semua yang terjadi. Padahal saya jelas-jelas tak bersalah, justru perbuatan si X lah yang salah.
Hati saya sangat terluka ketika mendengar ucapan ayah malam itu. Memori dahulu pun terpanggil kembali. Hal itu ternyata menjadi stresor bagi luka di masa lalu. Luka apa? Memendam amarah karena menerima ketika disalahkan atau mengalah untuk meminta maaf terlebih dahulu meskipun saya tidak bersalah. Bagi beliau, tidak ada kamu meminta maaf kepada anak, karena orang tua tidak pernah salah.
Sakit yang begitu dalam, membuat saya menangis dan mengakhiri aktivitas waktu itu. Saya langsung menuju kamar dan menangis diatas tempat tidur. Lalu, terlelap karena lelah menangis. Esoknya, ayah diam dan saya pun takut untuk menyapa. Akhirnya, kami pun tak menyapa selama beberapa hari. Semakin hari, saya menjadi semakin aneh yaitu makan satu hari hanya sekali dan tidak bisa tidur di malam hari.
Tadi pagi, 1 Juni 2020, tepat sekitar pukul 03.00 WIB ternyata ayah mengirimi saya pesan.
Pesan itu saya buka sekitar pukul 10.00 WIB. Ketika membacanya, sontak air mata saya langsung menetes. Tak pernah terbesit dalam pikiran saya bahwa ayah akan meminta maaf terlebih dulu. Kenapa saya menangis? Karena saya tidak pernah menyangka bahwa ayah bisa melawan egonya. Saya pun tak kuat untuk membalas pesan tersebut.
Akhirnya, saya juga berusaha melawan ego untuk minta maaf kepada ayah. Setelah beliau selesai sholat dhuhur, saya mendatangi beliau dan meminta maaf. Seperti biasa, ketika meminta maaf kepada ayah selalu diiringi dengan menangis. Saya menangis dalam pelukan ayah dan beliau pun berusahan menguatkan saya.
Saya : "Ayah, Maaf ya", diiringi dengan tangisan.
Ayah : "Iya, sudah gpp. Kuat insya Allah. Ayo kita Garpu Tala ujian ini dan didzikirkan terus ayatnya", beliau memeluk saya sambil berusaha menenangkan tangisan anaknya. (baca : Metode Garpu tala ustadz Nasrullah)
Saya : "Iya", jawab saya.
Seketika luka batin saya luruh bersama tangisan yang mengalir. Karena hal itu, lewat tulisan ini saya berterima kasih kepada ayah & ibu.
Ayah, terima kasih karena pesan ayah tersebut dan pelukan hangat tadi pagi telah meluruhkan semua luka batin saya di masa lalu. Terima kasih karena sudah berusaha memahami diri saya. Terima kasih karena telah menjadi ayah saya. Tak lupa, terima kasih juga kepada ibu, karena tanpanya ayah tidak akan pernah bisa sejauh iniHikmah yang dapat diambil :
- Orang tua tidak selamanya benar, karena dalam prosesnya mereka terus belajar. Oleh karena itu, meminta maaf kepada anak jika bersalah itu tidak ada salahnya. Karena dengan hal itu bisa meluruhkan amarah terpendam dalam hati anak
- Anak memahami bahwa orang tua juga manusia biasa. Maka anak juga harus menerima orang tuanya dengan penuh pengertian bahwa mereka adalah keluarga yang sedang bertumbuh dan belajar bersama mencari arti kehidupan.
- Tidak berlarut dalam kesedihan.
- Berusaha mengalirkan amarah dengan menulis, bersih-bersih rumah, dll.
Komentar
Posting Komentar